Halo sobat pembaca!
Akhir-akhir ini, dunia haji dan umrah lagi heboh banget gara-gara satu istilah baru di revisi RUU Haji dan Umrah: umrah mandiri. Kedengarannya sih kerenmandiri, bebas atur perjalanan sendiri, tanpa lewat biro resmi. Tapi ternyata, banyak pihak, termasuk 13 asosiasi penyelenggara haji dan umrah seperti AMPHURI, kompak bilang: “No, terima kasih!”
Kok bisa? Yuk, kita kupas pelan-pelan.
Apa Sih Umrah Mandiri Itu?
Secara sederhana, umrah mandiri artinya jamaah bisa ngurus semua sendiri mulai dari tiket, hotel, transportasi, sampai manasik. Tanpa lewat PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) resmi.
Kalau kamu tipe yang suka jalan-jalan backpacker, mungkin mikirnya ini seru. Tapi beda cerita kalau yang diurus adalah ibadah ke Tanah Suci. Risiko dan aturannya jelas nggak sama.
Kenapa Banyak yang Menolak?
1. Perlindungan Jamaah Bisa Hilang
Kalau lewat PPIU resmi, jamaah dapat jaminan: keamanan, kenyamanan, dan tanggung jawab penuh kalau ada masalah. Kalau mandiri? Nggak ada yang bisa ngejamin. Bayangin kalau tiba-tiba hotel nggak sesuai booking, visa bermasalah, atau malah kena tipu travel abal-abal di luar negeri. Siapa yang mau tanggung jawab?
2. Risiko Travel Abal-Abal Makin Gede
AMPHURI bilang, melegalkan umrah mandiri sama aja ngasih “panggung” ke penyelenggara nggak resmi. Dan percaya deh, travel ilegal ini pinter banget bikin promo manis yang ujung-ujungnya jebakan.
3. Istilah “Mandiri” Nggak Jelas
Lucunya, di RUU ini, istilah mandiri nggak punya definisi tegas. Gimana mau diatur kalau arti dasarnya aja kabur? Buat AMPHURI, ini bahaya. Bisa diakalin sama pihak-pihak nakal.
4. Ekonomi Keumatan Bisa Anjlok
Industri umrah di Indonesia itu besar banget. Perputaran uangnya diperkirakan tembus Rp 30 triliun per tahun. Ada ribuan pelaku UMKM yang hidup dari ekosistem ini: penjahit ihram, katering, transportasi, penginapan, sampai pemandu. Kalau umrah mandiri dilegalkan, uang ini bisa lari keluar negeri tanpa lewat tangan-tangan pelaku lokal.
5. Ada “Data Gelap” yang Mengkhawatirkan
Data dari Saudi Tourism Authority bilang ada 1,6 juta jamaah umrah asal Indonesia tahun lalu. Tapi data resmi Kemenag cuma 1,4 juta. Artinya, ada 200 ribu jamaah yang berangkat lewat jalur nggak resmi. Nah, legalisasi umrah mandiri bisa bikin angka ini makin besar.
Kenapa RUU Harus Lebih Tegas?
AMPHURI dan 12 asosiasi lain berharap RUU Haji dan Umrah ini nggak cuma mengatur, tapi juga memperkuat perlindungan jamaah. Mereka minta istilah umrah mandiri dihapus, atau setidaknya dibuat super jelas dan ketat, biar nggak jadi celah. Selain itu, mereka pengen peran asosiasi resmi diakui dalam undang-undang. Selama ini, asosiasi lah yang sering bikin standar layanan, kode etik, dan ikut ngawasin anggotanya.
Kalau Kata Gue...
Ibadah itu niatnya mulia, tapi prosesnya juga harus aman. Boleh banget pengen mandiri, tapi jangan sampai kemandirian ini malah bikin jamaah sendirian kalau ada masalah. Legalisasi umrah mandiri tanpa aturan ketat itu kayak buka gerbang lebar-lebar untuk masalah yang kita nggak siap tanggung.
Kalau bisa aman lewat jalur resmi, kenapa pilih yang rawan?
Penutup
Kita semua mau ibadah ke Tanah Suci berjalan lancar, khusyuk, dan selamat sampai rumah. Kalau ada revisi undang-undang, ya harusnya bikin sistem lebih kuat, bukan malah melemahkan perlindungan jamaah. Semoga pembuat kebijakan bisa dengar suara para pelaku resmi dan masyarakat. Karena dalam urusan ibadah, kenyamanan dan keamanan nggak bisa ditawar.
0 Komentar